Rabu, 05 April 2023

Perbatasan Pakpak Bharat


 Perbatasan wilayah merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk dipecahkan , banyak permasalahan yang kerap muncul hingga pertikaian sampai berujung tindak pidana , mulai dari batas perumahan, lahan , sampai batas desa dan kabupaten hingga batas negara. 


Biasanya batas merupakan hasil kesepakatan dari kedua belah pihak dan juga saksi yang ada . Hingga dibuat suatu pengesahan berbentuk pilar berikut surat , dan ada juga yang membuat gapura dan pertanda lainnya . Kita ketahui batas itu sangat penting apabila ada dari sebahagian batas itu tidak diperlakukan secara adil, Maka kelak ada yang dirugikan . 


Kehidupan didaerah perbatasan terkadang sangat memprihatinkan terutama kepada masyarakat yang tinggal di daerah tersebut , misalnya perbatasan negara seperti Natuna , daerah Indonesia yang diclaim cina sebagai daerah kekuasaannya . 


Namun kali ini kami akan membahas perbatasan provinsi Sumatera Utara Pakpak Bharat dengan provinsi Aceh pemko Subulussalam; ada gapura yang selalu kita lintasi ketika mengarah ke Aceh dari Sumut yang terletak di kampung Laeikan yang sering di juluki dengan sebutan perbatasan gajah putih . 

Ada yang unik dari perbatasan ini, Dimana kita melihat garis batas provinsi yang di buat didalam peta , begitu juga pilar yang sudah dibuat di daerah tersbut . 


 keberadaan gapura yang sering kita lihat sepertinya bukan gapura yang tepat . Dan yang menjadi banyak pertanyaan ketika kita melihat peta wilayah tersebut, kita bisa lihat garis batas provinsi Aceh dan Sumut, Dimana pada daerah Aceh sebagian masuk ke Sumut dan wilayah Sumut masuk ke Aceh . Tentu ini perlu pengkajian karena Aceh wilayah pertanahan mereka di atur oleh qanun Aceh dan imeum mukim sementara di Sumut wilayah Pakpak Bharat tentu diatur oleh sulang silima sebagai pemangku wilayah teritorial yang keberadaannya diakui oleh pemerintah Pakpak Bharat bahkan dunia . 


Sedikit sejarah tentang keberadaan marga angkat sebagai pemangku wilayah didaerah Tersebut . diceritakan oleh ketua sulang silima marga angkat lebuh mbinalun Terpuk Raja saat ini ialah Haji Abdul Kadir angkat SH. 

dahulu menurut sejarah yang turun temurun diceritakan oleh orang tua marga angkat lebuh mbinalun , semula daerah tanah Ulayat marga angkat mulai dari sidiangkat sampai ke belegen sekarang menjadi simpang kiri Aceh kotamadya Subulussalam . dimana dahulu pernah ada raja mekar angkat sebagai raja di daerah beleggen dan sekarang telah dibuat nama jalan raja mekar angkat di simpang kiri . Pada jaman penjajahan kolonial Belanda daerah kerajaan keppas dan simsim dibagi dengan batas sungai Lae kombih , fakta yang kita bisa lihat sampai saat ini benar adanya , daerah seberang laekombih merupakan marga angkat , kesogihen , tinendung, Sitakar , lembeng, sinamo dan sebagian lainnya , keberadaan seluruh marga ini merupakan daerah seberang lae kombih dan semua berbatasan dengan tanah suak simsim . Berutu , solin dan Padang . Fakta ini dapat kita kuatkan bahwa dahulu sidiangkat sampai beleggen merupakan tanah kerajaan keppas seberang dari laekombih .  

Kendati demikian masyarakat Pakpak terus berdiaksfora hingga ada beberapa bagian lahan yang kini kita ketahui bukan lagi tanah marga angkat salah satunya marga kesogihen didaerah nantimbo yang sekarang menjadi desa perolihen bagian dari kabupaten Pakpak Bharat merupakan pemberian dari marga angkat lebuh mbinalun karena mereka pada dasarnya merupakan anak beru dari marga angkat , atau marga kesogihen menikah dengan anak perempuan dari marga angkat , sehingga daerah tersebut diberikan marga angkat kepada marga kesogihen, dan itu masih diakui oleh marga angkat dan kesogihen kebenarannya , namun pada dasarnya marga kesogihen merupakan marga dari suak kelasen .

Menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut bahwa perbatasan merupakan kedabuhan tanjakan tertinggi di jalan lintas barat Aceh Sumut . Sebelum pembukaan jalan lintas dahulu masyarakat pergi ke subulussalam melalui Kuta neur dengan berjalan kaki atau biasa disebut dalam bahasa Pakpak merbobah , dimana Kuta neur sekarang menjadi desa malum , merupakan tanah Ulayat marga angkat . Keberadaan marga bintang di kampung Lae ikan merupakan pemberian dari orangtua marga Angkat , dikarenakan marga bintang masih satu rumpun dengan marga angkat yaitu , angkat , bintang dan ujung atau biasa juga disebut sitellu nempu dari si cikecike . Marga bintang diberikan tanah oleh marga angkat sebagai dengan sebeltek dan juga sebagai simantek Kuta atau si pungkah Kuta atau dalam bahasa lain pertaki , orang yang dipercayakan marga angkat untuk mengembangkan kampung di laeikan sekaligus perpanjangan lidah marga angkat untuk mengurus tanah Ulayat marga angkat , demi membantu masyarakat agar tidak terlalu jauh pergi ke nanjombal yang sekarang desa mbinalun, dikarenakan jarak tempuh yang sangat jauh dan kendaraan darat masih jarang melintasi. 

Kita kembali ke pembahasan , bahwa gapura yang dimaksud bukanlah batas provinsi melainkan batas tanah Ulayat , dimana kita ketahui pada Permendagri nomor 35 tahun 2020 tentang batas batas wilayah kabupaten Pakpak Bharat . disahkan wilayah tersebut dengan tapal batas yang telah ditentukan dan juga disaksikan oleh kedua pemerintahan antara camat penanggalan dan camat sitellu tali urang jehe dan juga didampingi pertanahan dan juga kepala mukim serta Sukut nitalun dan simantek Kuta laeikan . Bahwa dengan keluarnya surat tersebut maka sahlah batas wilayah tersebut . 


Dengan jelas kita melihat dari peta wilayah bahwa gapura bukanlah batas wilayah namun batas tanah Ulayat marga angkat dan marga bancin, Dengan batas wilayah yang sebenarnya ialah sesuai peta Google map kita lihat masjid yang terletak di dusun laeikan , itulah yang menjadi perbatasan yang sebenarnya. Dari sini semakin jelas bahwa dusun laeikan desa tanjung mulia Pakpak Bharat berada di atas tanah rencong Aceh namun penduduk yang berdomisili ialah penduduk Pakpak Bharat . perlu para ketua adat Pakpak untuk mengkaji ulang tentang wilayah tersebut , kelak akan berdampak pada pembangunan daerah tersebut , ada kemungkinan daerah ini akan menjadi daerah tertinggal . kelak daerah ini akan menjadi daerah sengketa . dan tidak mungkin Pakpak Bharat membangun wilayah Aceh dan Aceh membangun pada daerah yang tidak ada penduduknya . 


demikian pembahasan singkat perbatasan ini . dengan tujuan agar kita teredukasi keberadaan wilayah perbatasan tersebut , hingga kelak pembangunan akan terus merata diseluruh Indonesia , agar masyarakat setempat tidak menjadi korban atas keberlangsungan roda kehidupan mendatang . jangan lupa dukung kami terus history Pakpak tv . dengan cara subscribe,like , komen dan bagikan karena itu geratis. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar